Minggu, 20 April 2014

SINTAKSIS

SINTAKSIS OLEH RAPIUDDIN BAB I PENDAHULUAN Seperti yang diketahui bahwa bahasa merupakan sarana yang digunakan oleh manusia untuk mengadakan hubungan yang sifatnya interdependence antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Atau singkatnya, bahasa merupakan sarana komunikasi antara anggota dari suatu masyarakat. Bahasa sebagai produk manusia bukanlah merupakan barang jadi. Bahasa tidak mengenal batas statis-final, melainkan terus berkembang seiring dengan perkembangan jaman apalagi jaman tekhnologi seperti saat ini. Pengkajian secara intensif terhadap bahasa-bahasa di dunia, tentunya akan membawa dampak positif terhadap teori linguistik. Pengkajian secara intensif tersebut dapat pula menambah pengetahuan kita terhadap kekhususan dan keuniversalan bahasa. Sintaksis sebagai salah satu kajian dalam linguistik dengan satuan terkecil kata, dikenal berabad-abad sebagai grammaire generale oleh Antoine Ammuld tahun 160, teori sintaksis ini mengambil dasar pemikiran bahwa bahasa adalah refleksi langsung dari proses pemikiran dan karena itu ada sebuah cara yang alami untuk mengekspresikan pikiran. Peran penting sintaksis dalam ilmu bahasa teoritis menjadi lebih jelas pada abad ke-20, sampai dijuluki “Abad Teori Sintaksis” Untuk survei yang lebih mendetil dan jelas mengenai sejarah sintaksis dalam dua abad terakhir dapat dilihat dalam karya monumental Graffi (2001). Dalam makalah ini kami dari kelompok II akan menguraikan lebih lanjut mengenai satuan-satuan kajian dalam sintaksis. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sintaksis Kata sintaksis berasal dari kata Yunani (sun = ‘dengan’ + tattein ‘menempatkan’. Jadi sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata. Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, klausa,dan kalimat. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat. Ramlan (1981:1) mengatakan: “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. Sedangkan menurut Tarigan sintaksis adalah salah satu cabang atau tatabahasa yang membicarakan struktur kalimat,klausa,dan frase. Dari kedua pendapat pakar tersebut dapat dikatakan sintaksis merupakan cabang linguistik yang mengatur hubungan antara kata dengan kata atau dengan satuan yang lebih besar berupa frase, klausa, kalimat, dan wacana. Secara umum struktur sintaksis terdiri atas susunan subjek (S). Predikat (P), Objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, ajektiva, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis. Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; bisa juga ditambah dengan konektor yang biasa disebut konjungsi. 2.2 Satuan Sintaksis A. Kata sebagai Satuan Sintaksis Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar, tetapi dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan terkecil yang akan membentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase. Ada dua jenis kata, yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh yaitu kata yang secara leksikal memiliki makna dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Yang merupakan kata penuh adalah kata-kata yang berkategori nomina, verba, ajektifa,adferbial, dan numeralia. Sedangkan kata tugas yaitu kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi, yang selalu terikat dengan kata yang di belakang, di depan, atau kata yang dirangkaikannya. B. Frase Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Frase merupakan kelompok kata yang mendududuki suatu fungsi (subjek, predikat, pelengkap, objek, dan keterangan) dan kesatuan makna dalam kalimat. Untuk memudahkan Anda mengenai frase,lihat contoh berikut: Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan. Kalimat itu terdiri dari satu klausa, yaitu Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan. Sedangkan, klausa terdiri dari empat unsur yaitu, dua orang mahasiswa, sedang membaca, buku baru,dan di perpustakaan. Masing-masing unsur menduduki satu fungsi. Dua orang mahasiswa menduduki unsur S, sedang membaca menduduki fungsi P,buku baru menduduki fungsi O,dan di perpustakaan menduduki fungsi KET. Demikianlah unsur klausa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi itu merupakan satuan gramatik yang disebut frase. Jadi Frase itu sendiri adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Jenis Frase Frase Eksosentrik Frase eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frase eksosentris biasanya dibedakan atas frase eksosentris yang direktif atau disebut frase preposisional ( komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina) dan Frase eksosentrik nondirektif (komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba). Frase Endosentrik Frase Endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Frase ini disebut juga frase modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya itu. Selain itu disebut juga frase subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan. Dilihat dari kategori intinya dibedakan adanya frase nominal, frase pronomina, frase verbal, frase ajektifa, dan frase numeralia. Frase Koordinatif Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif (dan, atau, tetapi). Frase koordinatif tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit disebut frase parataksis. Frase Apositif Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan. Perluasan Frase Salah satu ciri frase adalah dapat diperluas. Artinya, frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Dalam bahasa Indonesia perluasan frase tampak sangat produktif. Antara lain karena pertama, untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal. Faktor kedua, bahwa pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal. Dan faktor lainnya adalah keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci dalam suatu konsep, terutama untuk konsep nomina. C. Klausa Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat. Frase dan kata juga mempunyai potensi untuk menjadi kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final; tetapi hanya sebagai kalimat minor, bukan kalimat mayor; sedangkan klausa berpotensi menjadi kalimat mayor. Jenis Klausa Berdasarkan strukturnya klausa dibedakan klausa bebas ( klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat; dan mempunyai potensi menjadi kalimat mayor) dan klausa terikat (klausa yang unsurnya tidak lengkap, mungkin hanya subjek saja, objek saja, atau keterangan saja). Klausa terikat diawali dengan konjungsi subordinatif dikenal dengan klausa subordinatif atau klausa bawahan, sedangkan klausa lain yang hadir dalam kalimat majemuk disebut klausa atasan atau klausa utama. Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat di bedakan: klausa verbal (klausa yang predikatnya berkategori verba). Sesuai dengan adanya tipe verba, dikenal adanya (1) klausa transitif (klausa yang predikatnya berupa verba transitif); (2) klausa intransitif (klausa yang predikatnya berupa verba intransitif); (3) klausa refleksif (klausa yang predikatnya berupa verba refleksif); (4) klausa resiprokal (klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal. Klausa nominal (klausa yang predikatnya berupa nomina atau frase nominal). Klausa ajektifal (klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase). Klausa adverbial (klausa yang predikatnya berupa frase yang berkategori preposisi). Klausa numeral (klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia). Perlu dicatat juga istilah klausa berpusat dan klausa tak berpusat. Klausa berpusat adalah klausa yang subjeknya terikat di dalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek. D. Kalimat Dengan mengaitkan peran kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat didefinisikan sebagai “ Susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap ”. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Sehingga disimpulkan, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungsi hanya ada kalau diperlukan. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga, yaitu intonasi deklaratif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya; dan intonasi seru, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru. Jenis-jenis kalimat 1. Kalimat Inti dan Kalimat Noninti Kalimat inti yaitu kalimat yang dibentuk dari klausa inti lenkap, bersifat deklaratif, aktif atau netral, dan afirmatif. Contoh : Adik membaca komik. Kalimat noninti yaitu kalimat yang dibentuk dari kalimat inti yang telah mengalami proses transformasi, seperti pemasifan, pengingkaran, penginversian, dan lain-lain. Contoh : Kalimat inti : Adik membaca komik. Kalimat noninti : Adik tidak membaca komik. (pemasifan) Jika dibagankan : Kalimat inti + Proses Transformasi = Kalimat Noninti 2. Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk Kalimat tunggal yaitu kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa. Contoh : Nenekku masih cantik. Kalimat majemuk yaitu kalimat yang terdiri atas lebih dari satu klausa. Kalimat majemuk dibedakan atas kalimat majemuk koordinatif dan kalimat majemuk subordinatif. Kalimat majemuk koordinatif yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status yang sama, setara,atau sederajat, dan secara eksplisit dihubungkan dengan konjungsi koordinatif, seperti dan, atau, tetapi, lalu. Contoh : Adik menangis dan kakak tersenyum. Kalimat majemuk subordinatif yaitu kalimat majemuk yang hubungan antara klausa-klausanya tidak setara, terdiri atas klausa atasan dan klausa bawahan, yang dihubungkan oleh konjungsi subordinatif, seperti kalau, ketika, meskipun, karena. Contoh: kakek menangis karena nenek Pergi. 3. Kalimat Mayor dan Kalimat Minor Kalimat minor memiliki klausa yang tidak lengkap, mungkin hanya terdiri atas subjek saja, predikat saja, objek saja atau predikat saja. Contoh: sedang makan Sedangkan kalimat mayor memiliki klausa yang lengkap, setidaknya terdiri atas subjek dan predikat. 4. Kalimat Verbal dan Kalimat Nonverbal Kalimat Verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase verba. Contoh: Adik menyiram bunga Kalimat nonverbal adalah kalimat tang predikatnya bukan berupa kata atau frase verba, bisa nominal, adjektifal, adverbial, atau numeral. Contoh: uangnya lima juta 5. Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat Kalimat bebas adalah kalimat ayng mempunyai posisi untuk menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap, atau menjadi pembuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks. Contoh: Sekarang di Makassar amat sukar mencari terubuk (1). Jangankan ikannya, telurnya pun sangat sukar diperoleh (2). Kalau pun bisa diperoleh, harganya melambung selangit (3). Makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah (4). Kalimat (1) adalah kalimat bebas tanpa harus diikuti kalimat (2),(3),(4). Kalimat tersebut sudah dapat menjadi ujaran lengkap yang dapat dipahami. Sedangkan kalimat (2), (3), (4) disebut kalimat terikat karena kalimat-kalimat tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Intonasi Kalimat Sebuah klausa yang sama, artinya terdiri dari unsure segmental yang sama, dapat manjadi kalimta deklaratif atau kalimat interogatif hanya dengan mengubah intonasinya. Kalau konstituen dasar kalimat dapt diuraikan atas segmen-segmennya berdasarkan ciri morfologi dan sintaksis, maka intonasinya dapat diuraikan atas cirri-cirinya yang berupa tekanan, tempo, dan nada. Tekanan adalah cirri-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arus ujaran. Nada adalah unsur suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu arus ujaran. Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis 1. Modus, yaitu pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap si pembicara tentang apa yang diucapkannya. Macam modus : Modus deklaratif, yaitu modus yang menunjukkan sikap netral. Modus optatif, yaitu modus yang menunjukkan harapan. Modus imperative, yaitu modus yang menunjukkan perintah. Modus interogatif, yaitu modus yang menyatakan pertanyaan. Modus obligatif, yaitu modus yang menyatakan keharusan. Modus desideratif, yaitu modus yang menyatakan kemauan. 2. Aspek, yaitu cara memandang pembentukan waktu secara internal di dalam situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Macam aspek : •Aspek kontinuatif, menyatakan perbuatan terus berlangsung. •Aspek intensif, menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai. •Aspek progresif, menyatakan perbuatan sedang berlangsung. •Aspek repetitif, menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang. •Aspek perfektif, menyatakan perbuatan sudah selesai. •Aspek imperfektif, menyatakan perbuatan berlangsung sebentar. •Aspek sesatif, menyatakan perbuatan berakhir. 3. Kala, yaitu informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan,kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. 4. Modalitas, yaitu keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa. 5. Fokus, yaitu unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. 6. Diatesis, yaitu hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. E. Wacana Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar. Alat Wacana Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis sehingga bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik, antara lain: Pertama, menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan hubungan generik - spesifik; atau sebaliknya spesifik - generik. Ketiga, menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Keempat, menggunakan hubungan sebab - akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima, menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam, menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana. Jenis Wacana Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis, dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulis. Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi. Subsatuan Wacana Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam wacana –wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada. BAB III PENUTUP A. Simpulan 1. Sintaksis merupakan bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. 2. Frase sendiri adalah kesatuan yang lebih besar dari kata dan lebih kecil dari kalimat. Frase dilihat dari segi hubungan distribusi unsur- unsurnya terdiri atas frase endosentrik (atributif, koordinatif, apositif) dan eksosentrik; frase dilihat dari segi kategori katanya terdiri atas empat macam frase: nominal, verbal, ajektival, numeralia, fromina. 3. Klausa dilihat dari kategori kata yang menduduki predikat terdiri atas klausa verbal (ajektif, intransitif, aktif, pasif, dan resiprokal), klausa nominal, klausa bilangan, dan klausa depan. 4. Adapun kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final. Kalimat ditinjau dari segi jumlah pola struktur dikandungnya terdiri atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal terdiri atas beberapa jenis, yakni kalimat nominal, kalimat verbal (intransitif, ekatransitif, dwitransitif, semi transitif, pasif) kalimat ajektival, kalimat preposisional. Dan kalimat tunggal ditinjau dari segi maknanya terdiri atas kalimat berita, tanya, dankalimat seru. Adapun jenis kalimat majemuk terdiri atas dua majenis, yakni kalimat majemuk setara (penjumlahan pertentangan, pemilihan, sebab), kalimat mejemuk bertingkat dan kalimat majemuk bertingkat B. SARAN Pemahaman terhadap satuan sintaksis dalam bahasa Indonesia bagi guru, selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa. Sehingga, materi ini harus benar-benar dikuasai dan dipahami. DAFTAR PUSTAKA Depdikbud. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Keraf, Gorys. 1982. Tatabahasa Indonesia. EndeFlores: Nusa Indah Kridalaksana. H. 1982. Kamus Lingistik, Jakarta: Gramedia Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono. Makalah Kelompok II SINTAKSIS Mata Kuliah Linguistik Dosen Pembimbing Dr. Andi Sukri Samsuri, M.Hum. Disusun oleh : Sindi Yuliasari NIM 04.07.735.2012, Nur Rahmah NIM 04.07.736.2012, Ramlah Mustara NIM 04.07.737.2012, Rapiuddin NIM 04.07.737.2012, Abdul Muin NIM 04.07.739.2012, Abd. Salam NIM 04.07.740.2012, Hajerah NIM 04.07.741.2012, Indramini Rasyid NIM 04.07.742.2012, Sitti Suleha NIM 04.07.743.2012 Kelas D PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2012 PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, kami dari kelompok II yang membahas tentang sintaksis telah menyelesaikan makalah linguistik tentang Sintaksis. Salam dan taslim kepada junjungan kita Rasulullah SAW, rasul yang telah membawa umat dari dari alam kebodohan ke alam pendidikan yang berkembang terus menerus sampai kita nikmati saat ini. Terima kasih kepada Bapak dosen pembimbing Dr. Andi Sukri Samsuri,M.Hum. yang senantiasa mengarahkan kami, sehingga tugas-tugas perkuliahan dapat kami pahami dan kerjakan sekalipun belum sesempurna sebagaimana mestinya. Terima kasih pula teman-teman sejawat khususnya sesama mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia atas kerja samanya. Akhir kata tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Saran dan kritik membangun senantiasa kami harapkan. Makassar, 13 Desember 2012 Kelompok II DAFTAR ISI Pengantar ............................................................................................... i Daftar Isi ................................................................................................. ii Bab I Pendahuluan................................................................................. 1 Bab II Pembahasan ............................................................................... 2 2.1 Pengertian Sintaksis ....................................................................... 2 2.2 Satuan Sintaksis ............................................................................. 2 A. Kata Sebagai satuan sintaksis ......................................................... 3 B. Frase ................................................................................................ 3 C. Klausa ............................................................................................. 6 D. Kalimat ........................................................................................... 7 E. Wacana .......................................................................................... 12 BAB III Penutup ................................................................................. 13 A. Simpulan ................................................................................ 14 B. Saran ..................................................................................... 15 Daftar Pustaka ................................................................................. 16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar