Minggu, 20 April 2014

Apakah sertifikasi guru sudah menjamin peningkatan mutu pendidikan?

Apakah sertifikasi guru sudah menjamin peningkatan mutu pendidikan? Oleh Rapiuddin Opini yang ditulis oleh Kurnia Septa (Kompasiana) 14 April 2011 dengan judul “ Sertifikasi Guru Tidak Menjamin Kualitas Pendidikan Lebih Baik” Guru sekarang menjadi profesi yang diburu banyak orang karena berbagai alasan diantaranya pekerjaan sebagai guru dapat memberikan jaminan hidup, dengan gaji dan tunjangan, dabn yang tat kalah menariknya dengan adanya tunjangan profesi. Dengan deretan gaji dan tunjangan ini seharusnya akan memberikan nilai tambah yang berarti haruslah sebanding dengan apa yang harus dilaksanakan. Namun kenyataannya sertifikasi guru belum memberikan sumbangan yang signifikan terhadap peningkatan pendidikan. Salah satu alasannya adalah adanya fakta dilapangan bahwa banyak guru yang menyusun portopolio secara instan dengan kata lain menggunakan jasa orang lain yang dapat menjamin kelolosan untuk mendapatkan sertifikat pendidik. Lewat DIKLAT pun yang dilakukan beberapa minggu belum dapat memberikan perubahan. Menurutnya hanya sedikit guru yang mau mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, workshop, atau melanjutkan pendidikan formalnya. Pada intinya guru harus berbuat semaksimal mungkin untuk memperbaiki kualitas pendidikan, sekalipun disadari masih banyak komponen dan sektor pendidikan yang lain yang harus diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sawali Tuhusetya dalam Blogroll, Pendidikan, Refleksi 15 Juli 2007. Dengan judul “Mampukah Sertifikasi Guru Mendongkrak Mutu Pendidikan ? Sawali menyatakan bahwa tak terbantahkan bahwa guru adalah garda terdepan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Merekalah yang telah melahirkan para dokter, insinyur, menteri, bahkan presiden. Tidak heran kalau guru dielu-elukan sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” Namun banyak kalangan yang menilai, kesejahteraan guru belum sepadan dengan dengan gelar luhur yang disandangnya. Tak kurang seorang seniman yang peduli Iwan Fals dengan lagu “Oemar Bakri” Guru yang nasibnya tidak pernah berubah sepanjang zaman, naik sepeda kumbang di jalan yang berlubang. Menurut Sawali, bagaimana mungkin seorang guru bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik (professional) kalau masih dibebani dengan tetek bengek urusan perut, bagaimana mungkin guru dapat menjalankan tugasnya dengan tenang kalau masih berfikir dari mana biaya berobat keluarganya, karena minimnya jaminan kesehatan, Bagaimana mungkin guru bisa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan karena tak sanggup l;angganan koran dan internet ? Padahal dunia ilmu pengetahuan dan informasi terus berkembang. Jangan heran kalau banyak guru yang nyambi jadi tukang ojek, jadi calo-calo, tukang batu, dan lain-lain, tak lain dan tak bukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Kondisi yang amat jelas dengan negara tetangga Negeri Jiran yang dulu menimba ilmu di negeri kita. Para penguasa negeri ini betul-betul memposisikan guru pada tempat yang mulia dan terhormat dengan memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan, dan perlindungan hukum yang memadai. Implikasinya adalah mutu pendidikan melambung bak meteor, makin jauh meninggalkan mutu pendidikan kita. Kemauan politik pemerintah yang melahirkan Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen membawa angin segar untuk mengangkat harkat dan martabat guru dan dosen ke tempat yang lebih terhormat. Dengan lahirnya undang-undang ini memacu guru untuk memenuhi pensyaratan kualifikasi akademik sebagaimana diatur dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan UU Guru. Kenyataan mengingatkan bahwa kualifikasi akademik hanya menyelesaikan sebagian kecil masalah. Apalagi bila formalitas yang lebih dikejar, bukan substansinya. Profesionalisme bukan barang sekali jadi, karena untuk mencapai semua itu banyak hambatan dihadapai oleh guru, antara lain, hubungan antara sesama guru dan kepala sekolah lebih banyak bersifat birokratis dan administratif sehingga tidak mendorong terbangunnya suasana dan budaya professional akademik dikalangan guru. Guru pun semakin jauh terjebak jauh dengan prinsip profesionalitas. Jauh dari buku, kebiasaan diskusi, menulis apalagi penelitian. handoko Jul 15, 2007 @ 13:43:18 Memang mutu guru hanya merupakan salah satu saja dari sekian faktor yang menentukan mutu pendidikan. Jadi betul, untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu ada peningkatan penghasilan guru. nurfitriyah Okt 24, 2007 @ 13:05:19. Tida ada yang bisa menjamin,bisa saja dari segi sertifikasi guru bisa lolos, tapi pada kenyataannya ketika mengajar masih banyak yang malas. muid Jan 02, 2008 @ 07:22:21. Lihat-lihat dulu, apakah lolosnya melalui portofolio atau plpg. Kalau plpg saya yakin bermutu karena memang digembleng, setidaknya dapat masukan perbaikan pembelajaran. • gurudin Jan 10, 2008 @ 18:03:38. Guru itu ibarat petani yang setiap hari belepotan lumpur, kepanasan, kurang gizi, kurang wawasan, tidak diberi fasilitas, kurang kesejahteraan eh, giliran panen yang untung malah para tengkulak, dan para pejabat Bulog dan dirjen dan dinas pertaniannya. Sama persis seperti guru, coba anda jalan-jalan ke Direktorat Pendidikan yang sejahtera adalah mereka. Guru mah sangat ketahuan dari penampilannya saja yaitu sederhana dan jalan kaki. Tapi kalau pegawai Direktorat Pendidikan pejabat KASI saja Golongan III a mobilnya Toyota Camri, Sedangkan guru Gol IV a paling banter kendaraannya BMW (Bebek Merah Warnanya) itupun boleh kredit. Biar kata LULUS sertifikasi gaji guru tetep aja aja kecil mungkin 1/10 kalinya dibanding pejabat Kasubag Dirjen Depdiknas. Gua dan anak cucu gua mah gak mau jadi guru AMIT…….AMIIT …….. deh 7 turunan. Kasian deh LO para GURU. • edi mashudi Feb 28, 2008 @ 10:34:17 Sudah jelas kok kerjaan guru, mendidik bangsa agar jadi generasi yang berguna. Pantas kalau diberikan nilai lebih, baik materi maupun berupa tunjangan kesejahteraan untuk keluarganya,misalkan. Kalau mau meningkatkan mutu kerja guru tidak perlu sertifikasi segala, toh sudah jelas guru pasti jebolan perguruan tinggi khan…orang yang mendapat pendidikan lebih tinggi dari lainnya, jangan disamakan dengan penghasilan buruh pabrik. santi lakhsmi Mei 19, 2008 @ 12:54:06 guru bukan hanya sekedar mentransfer pelajaran atau ilmu tapi juga menjadi sahabat dan pembimbing spiritual bagi muridnya. Bukan sibuk mencari sertifikat hingga murid terabaikan. Dengan sertifikasi guru apakah dapat menjamin pendidikan di indonesia ini menjadi maju atau akan lebih terpuruk karena ego orang – orang yang seharusnya bisa di tiru dan di gugu ini hanya memikirkan diri sendiri bukan bagaimana masa depan tunas bangsa dan bangsa ini. Lalu apakah masih pantas gelar “pahlawan tanpa tanda jasa “itu di sandang??????? namun kesejahteraan guru juga tak bisa di remehkan ,karena jika semua itu terjadi guru tidak akan pernah mendidik dengan tenang dan serius ,karena mereka harus tetap memikirkan keluarga dan hidup mereka. brave Mei 28, 2008 @ 22:41:55 Kalau mekanisme seperti sekarang ini… dan kita lihat apa yang terjadi dilapangan… pemerintah dan pengagas sertifikasi harus bertanggung jawab dunia akhirat, karena terlalu besar pertaruhannya. Berdalih meningkatkan mutu pendidikan, tapi kenyataan dilapangan SANGAT SARAT DENGAN REKAYASA DAN KETIDAK ADILAN!!!, mendingan kalau mau tingkatkan kesejahteraan ya tambah saja tunjangan tidak usah pakai embel-embel kaya gombal…, kalau meningkatkan mutu pendidikan dan mutu guru, fasilitasi saja guru dengan beasiswa untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Kalau perlu perbanyak pengiriman tugas belajar ke negara2 yg sudah jelas maju pendidikannya. Wahai para guru jangan GELAP MATA untuk mendapat tambahan 1 kali gaji !!! hingga terjerumus dalam lingkaran setan REKAYASA…!!! • bebyn Sep 16, 2008 @ 17:07:43 Untuk memperbaiki guru (baca: mutu pendidikan) yang ada saat ini, menurut hemat saya, adalah: 1. menegakkan sistem reward dan punishment secara tegas dalam hal disiplin kerja dan pelayanan terhadap masyarakat (peserta didik). Beri penghargaan bagi guru yang berprestasi dan sanksi bagi yang melanggar. Saat ini yang rajin dan malas, yang prestasi dan tidak, gajinya sama! 2. dengan semakin besarnya dana pendidikan, maka alasan finansial tidak bisa lagi diterima. Yang dibutuhkan sekarang adalah profesionalisme para pelaksana di lapangan (guru, kasek, TU, pengawas, kadinas, dll.). Disinyalir banyak kasek dan yang di atasnya bekerja kurang profesional. (Lho, koq bisa? Emangnya dipilih dengan kritera apa?). Coba tanyakan berapa kasek yang bisa ngirim email? Bahkan daya yakin banyak yang tidak bisa mengoperasikan komputer. Kalau hal sederhana ini mereka tidak tahu, bagaimana bisa mereka bicara tentang perkembangan iptek, teknologi informasi, atau hal lain untuk kepentingan perkembangan sekolahnya? Bedasarkan opini dan tanggapan di atas maka kami selaku tenaga kependidikan berpandangan sebagai berikut : 1. Tunjangan professional wajib diberikan kepada guru dan dosen, karena gurulah yang mencetak tenaga-tenaga professional lain yang justru tingkat kesejahteraannya jauh lebih diperhatikan oleh pemerintah misalnya dokter, aparat hukum, militer, dan lain-lain. 2. Untuk peningkatan mutu pendidikan pemerintah harus lebih proaktif mendorong penelitian tentang faktor-faktor penghambat kemajuan pendidikan di Indonesia dan senantiasa melakukan evaluasi terhadap penggunaan anggaran yang dialokasikan pada lembaga pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. 3. Rekruitmen manager kependidikan agar lebih selektif artinya kepala sekolah seharusnya mendapatkan sertifikasi khusus yang berkaitan dengan tugas-tugasnya sebagai manager di sekolah. 4. Guru hendaknya tidak disibukkan dengan aturan-aturan birokrasi yang berkaitan dengan pengurusan kepangkatan dan segala tetek bengek yang berkaitan peningkatan kesejahteraan, sehingga guru dapat terpokus untuk meningkatkan kemampuan dan kinerjanya dalam proses pembelajaran dan penelitian tindakan untuk meningkatkan kemampuan siswanya. Penulis menyarankan untuk penilain kinerja guru untuk kepangkatan dan sertifikasi dilakukan secara on-line di samping itu disertai dengan pengawasan yang lebih ketat oleh pihak dinas pendidikan. Demikian juga staf sekolah harus meningkatkan pelayanannya terhadap seluruh administrasi kepegawaian yang berhubungan dengan kebutuhan guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar