Sabtu, 29 November 2014

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Pada penerapan Kurikulum 2013, guru diharuskan menggunakan pendekatan scientific. Pendekatan scientific atau pendekatan ilmiah diharapkan melahirkan hasil belajar peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. Kata scientific berasal dari Bahasa Inggris yang berarti secara ilmiah, scientific approach berarti pendekatan ilmiah (Echols,1996:504). Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Oleh karena itu, pendekatan ilmiah diyakini dapat membangun perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Pendekatan ini menonjolkan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi beberapa kriteria yaitu ; (1) substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata, (2) penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subyektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berfikir logis, (3) mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran, (4) mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetis dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi, (5) mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons substansi, (6) berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan, dan (7) tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. a. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dimaksudkan agar pembelajaran dikaitkan dengan konteks yang nyata dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Proses mengamati fenomena atau fakta mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan menyimak. Keunggulan dari kegiatan ini adalah menyediakan obyek secara nyata, dengan demikian peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentunya membutuhkan persiapan yang lama, matang, biaya, dan tenaga relatif banyak dan jika tidak terkendali tentunya akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Kegiatan pengamatan dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut: (1) menentukan objek apa yang akan diobservasi, (2) membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi, (3) menentukan secara jelas data-data yang perlu diobservasi, baik primer maupun skunder, (4) menentukan di mana tempat obyek yang akan diobservasi, (5) menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar, dan (6) menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. Kegiatan pengamatan dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran tersebut. b. Kegiatan menanya merupakan proses membangun pengetahuan peserta didik dalam bentuk konsep, prinsip, prosedur, hukum, dan teori, hingga berpikir metakognitif. Kegiatan ini bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, kritis, logis, dan sistematis. Proses menanya dilakukan dalam bentuk diskusi, kerja kelompok, dan diskusi kelas. Kegiatan menanya dapat mendorong dan mengaspirasi peserta didik untuk aktif belajar serta mengembangkan pertanyaan, memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan dan pemahamannya, membangkitkan keterampilan dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberikan jawaban yang logis dan sistematis. c. Kegiatan percobaan bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan peserta didik, mengembangkan kreativitas, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan pembelajaran mencakup perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan percobaan, serta memperoleh, menyajikan, dan mengolah data yang ditemukan. d. Kegiatan mengasosiasi merupakan padanan dari associating yang merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan besikap ilmiah. Pengalaman-pengalaman yang yang sudah tersimpan pada memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran akan berhasil jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola interaksi ini dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R) teori ini dikembangkan berdasarkan eksperimen Thorndike. e. Kegiatan mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar, diagram atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agara peserta didik memiliki kemampuan mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya. Peserta didik memiliki kemampuan untuk mempresentasikan hasil kerjanya, membuat laporan ataupun unjuk kerja (Kemdikbud, 2013:7). Dinamika kehidupan yang terus berubah dan berkembang menuntut kegiatan pembelajaran bukan hanya sekadar mengulangi fakta dan fenomena keseharian yang dapat diduga melainkan mampu menjangkau situasi baru yang tidak terduga. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan pembelajaran mampu mendorong kemampuan berpikir peserta didik sehingga menemukan situasi baru yang tidak terduga sama sekali. Membangkitkan kreativitas dan keingintahuan peserta didik dapat melahirkan generasi bangsa yang mandiri dan produktif. 3. Model Pembelajaran pada Kurikulum 2013 Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung. Menurut Sagala (2009:175) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: a) suatu tipe atau desain, b) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati, c) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa, d) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, e) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner, f) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. Menurut Joyce dan Weil (dalam Sagala, 2009:176) bahwa model pembelajaran adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multimedia dan bantuan belajar melalui program komputer”. Selanjutnya Joyce dan Weil (dalam Sagala, 2009:176) mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model pembelajaran, yakni: model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi metode atau prosedur, menurut Trianto (2007:6) model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, ciri-ciri tersebut adalah: a) rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau penggemarnya, b) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai), c) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan d) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan itu dapat tercapai. Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa ciri model pembelajaran sebagai berikut : (1) rasional teoretis yang logis disusun oleh para penciptanya, (2) landasan pemikiran apa dan bagaimana siswa belajar, (tingkah laku pendidik sangat diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan berhasil, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kurikulum 2013 merekomendasikan 3 model pembelajaran, yaitu: Problem based learning, project based learning, dan discovery learning. a. Problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Kamdi,2007:77). PBL atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. PBL memiliki karakteristik sebagai berikut; (1) belajar dimulai dengan satu masalah, (2) memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa untuk membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja. b. Project based learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Project based learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis proyek, menurut The George Lucas Educational Foundation (2005) bahwa project based learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulum. Melalui project based learning, proses inquiry dimulai dengan pertanyaan penuntun dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum (Nurohman 2012:7). Project based learning merupakan model pembelajaran yang menuntut peserta didik membuat “jembatan” yang menghubungkan antar-berbagai subjek materi. Melalui jalan seperti ini, peserta didik dapat melihat pengetahuan secara holistik. Project based learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memerhatikan pemahaman, dengan pemahaman peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan mensintesis informasi melalui cara yang bermakna. Project based learning, memiliki karakteristik, yaitu : (1) peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja, (2) adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik, (3) peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan, (4) peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan, (5) proses evaluasi dijalankan secara kontinyu, (6) peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan, (7) produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif, dan (8) situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan (Global SchoolNet, 2000). c. Discovery learning diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Model discovery learning merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode pembelajaran yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan belajarnya. Sund (dalam Suyitno, 2012:2) menyebutkan discovery learning sebagai proses mental di mana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, membuat simpulan, dan sebagainya. Karakteristik model pembelajaran discovery learning, sebagai berikut: (a) meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar, (b) mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup, (c) mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber, (d) informasi yang diperlukan oleh para siswa, dan (e) melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi yang tidak pernah tuntas digali. Syarat utama model discovery learning ada pada potensi yang dimiliki oleh siswa itu sendiri. Potensi itu meliputi: kemandirian siswa dalam data, keaktifan dalam memecahkan masalah, dan kepercayaan pada diri sendiri. 4. Sistem Penilaian Kompetensi guru yang diharapkan dalam menerapkan Sistem penilaian yang sesuai Kurikulum 2013 itu adalah usaha yang terpadu antara (1) rekonstruksi kompetensi lulusan, (2) kesesuaian dan kecukupan, keluasan dan kedalaman materi, (3) revolusi pembelajaran, dan (4) reformasi penilaian. Standar penilaian bertujuan untuk menjamin perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian. Pelaksanaan penilaian peserta didik diolah secara profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya. Demikian juga pelaporan hasil penilaian peserta didik dilaksanakan secara objektif, akuntabel, dan informatif. Cakupan penilaian meliputi penilaian autentik, penilaian diri, portofolio, tes, ulangan, dan ujian tingkat kompetensi. Prinsip dan pendekatan penilaian meliputi: (1) obyektif yang berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai, (2) terpadu yang berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan, (3) ekonomis yang berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya, (4) transparan yang berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak, (5) akuntabel yang berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya, dan (6) edukatif yang berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru. Mengacu pada Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013, penilaian autentik (authentic assessment) mendapat penekanan serius untuk diterapkan. Penilaian autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada pada standar kompetensi (SK) atau kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) (Kunandar, 2013: 36). Ciri-ciri penilaian autentik adalah (1) harus mengukur semua aspek pembelajaran, yakni kinerja atau hasil produk, (2) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, (3) menggunakan berbagai cara dan sumber, (4) tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian, (5) tugas-tugas diberikan kepada peserta didik harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan peserta didik yang nyata setiap hari, (6) penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian peserta didik, bukan keluasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar