Minggu, 08 September 2013

MaNTaP: Analisis strata norma


MaNTaP:
Penggunaan bahasa Inggris telah menjadi perdebatan panjang sejak masa Sutan Takdir Alisyahbana pada tahun 60an. Bangsa kita masih terombang-ambing antara mengadopsinya menjadi bahasa kedua atau menganggapnya seebagai bahasa asing. Karena jelas, antara keduanya akan muncul perlakuan yang berbeda. Di negara kita, belajar bahasa Inggris diyakini akan dapat meningkatkan kerja para pegawai. Bangsa kita juga meyakini bahwa dengan belajar bahasa inggris akan membuat negara kita menjadi negara yang maju di era globalisasi ini.
Karena itulah penguasaan bahasa Inggris kemudian menjadi syarat yang penting agar seseorang dapat lulus dalam ujian menjadi pegawai. Tapi, yang terjadi di negara kita adalah ternyata dengan masuk lembaga pendidikan bahasa Inggris yang paling bergengsi sekalipun tidak menjadi syarat mutlak yang membuat kita mampu mendongkrak kemampuan bahasa Inggris. Anggapan bangsa kita yang seperti itu sebenarnya adalah anggapan yang keliru. Kita seharusnya mengambil falsafah orang Jepang yang dalam belajar bahasa kedua mereka beranggapan ‘get the content, leave lhe language behind’ (dapatkan ide yang ada dalam bahasa tersebut dan tinggalkan bahasa asing tersebut). Mereka berkeyakinan bahwa tanpa menguasai bahasa Inggris pun, mereka akan sanggup menjadi bangsa yang besar. Dengan menterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan ke dalam bahasa sendiri tentu akan lebih membawa manfaat karena akan lebih mudah dibaca oleh masyarakat kita, daripada harus sibuk membaca buku-buku barat dengan menyanding kamus besar bahasa Inggris.
Di negara kita, kemampuan penggunaan bahasa Inggris juga belum dimanfaatkan dengan optimal bagi mereka yang sudah menguasai bahasa kedua ini. Masyarakat atau orang yang menguasai bahasa tersebut cenderung tidak mampu menggunakan kemampuannya untuk ikut mengembangkan masyarakat sekitarnya. Jadi, kemampuan itu hanya untuk kepentingan pribadinya, misalnya saja dalam ekonomi dan politik. Lalu bagaimana dengan anggapan bahwa menguasai bahasa Inggris mampu membuat bangsa kita maju sedangkan fakta yang terjadi di lapangan tidak terbukti sama sekali.
Terkait dengan kenyataan yang terjadi saat ini, terutama media periklanan yang seakan menjadi guru bagi masyarakat kita perlu disikapi oleh pemerhati bahasa Indonesia untuk dapat memberikan dorongan dan desakan kepada aparat birokrasi untuk memamfaatkan lembaga kebahasaan sebagai penyaring, bahkan kalau perlu memamfaatkan lembaga yang ada menjadi tim verifikasi untuk setiap iklan yang akan ditayangkan ataupun yang akan dipajang di tengah-tengah masyarakat. Tentunya membutuhkan penelitian awal untuk dapat melakukan hal tersebut.
Dalam era otoda seperti sekarang ini pemerintah daerah sangat besar peranannya. Olehnya itu, sudah selayaknya masyarakat yang berkecimpung dalam kebahasaan lebih proaktif melakukan pendekatan dan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyampaikan ide-ide strategis terkait dengan penggunaan Bahasa Indonesia dalam periklanan. Mengapa hal ini perlu dilakukan karena pintu yang memberikan keluwesan dan perizinan iklan berada di tangan pemerintah daerah. Demikian juga  yang ditayangkan dalam media nasional seperti televisi hendaknya Pusat Bahasa mengambil peran untuk mengantisipasi terjadinya dominasi bahasa asing pada iklan-iklan yang ditayangkan. Kongres dan komferensi bahasa yang dilakukan selama ini juga belum memberikan kontribusi positif terhadap pencegahan imperialisme yang dialami Bahasa Indonesia.
Pada intinya membutuhkan intervensi dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mencegah berlarut-larutnya dominasi bahasa asing dalam periklanan. Bilamana dibiarkan berlarut-larut jati diri bangsa ini akan tergilas habis di masa yang akan datang. Bila perlu tidak ada salahnya kalau pemerintah membentuk sebuah Komisi Periklanan yang menempatkan orang-orang yang berkecimpung dalam Pembinaan Bahasa Indonesia. Negara kita mestinya belajar pada negeri Sakura yang menempatkan Bahasa Jepang pada posisi yang bergengsi di negerinya sendiri bahkan dunia luar. Contoh lain Bangladesh, yang telah menetapkan tahun 2008 sebagai tahun berbahasa ibu. Di Thailand, Jerman, Perancis dan beberapa negara lain tayangan-tayangan seperti film, berita harus di alih bahasakan ke bahasa mereka. Di Thailand bahkan semua iklan juga diharuskan menggunakan bahasa Thai. Namun yang paling utama dari semua ini adalah dengan menumbuhkan kebanggaan berbahasa Indonesia. Dengan adanya kebanggaan berbahasa Indonesia maka kita akan memiliki kewaspadaan dan komitmen untuk melindungi dan menjaga kelestarian bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan pemersatu bangsa. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus dijaga dan dipelihara agar tidak tidak tergerus zaman dan serbuan bahasa asing. Usaha ini cukup sulit dilakukan karena gencarnya serbuan bahasa asing terutama yang didukung oleh penggunaan media teknologi. Baik kiranya jika kita mengadaptasi cara negara lain dalam melindungi bahasa mereka. 
Sebagai bangsa Indonesia, kita wajib melindungi dan mendukung perkembangan bahasa Indonesia. Sebenarnya fenomena penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa Inggris telah diantisipasi oleh pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang pada pasal 3 nya menyebutkan”menciptakan ketertiban, kepastian, dan standarisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Pemberlakuan Undang-Undang ini semestinya diikuti dengan aplikasi nyata untuk melindungi pengeroposan bahasa Indonesia oleh bahasa Inggris maupun bahasa asing lainnnya.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengaplikasikan teori Crystal (2003) dalam pemertahanan bahasa. Menurut Crystal ada 6 aspek yang dapat membuat sebuah bahasa bertahan yaitu; gengsi, kesejahteraan, bahasa tulis, pendidikan, teknologi, dan kekuasaan. Adapun keungkinan aplikasinya adalah sebagai berikut;
1.    Dari aspek gengsi, kita semestinya dapat membuat bahasa Indonesia memiliki gengsi tersendiri dalam masyarakat. Ini dapat dilakukan dengan memberi penghargaan kepada orang maupun lembaga yang menggunakan bahasa dengan baik dan benar.
2.    Untuk aspek kesejahteraan, kita dapat memberi hadiah ataupun memberikan posisi yang lebih baik pada orang dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.  
3.    Dalam aspek bahasa tulis, kita dapat memotivasi penggunaan bahasa tulis yang baik dan benar pada media cetak maupun elektronik dengan cara memberikan penghargaan atau merekomendasikan mereka sebagai bacaan atau tayangan wajib di lembaga pemerintahan dan kalangan masyarakat.
4.    Dalam pendidikan, kita dapat memberikan model penggunaan bahasa yang baik dan benar, sekaligus mengawasi penggunaannya. Dalam bidang teknologi, kita dapat menggugah atau mengharuskan penyedia jasa di bidang teknologi untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,dan
5.    Dari aspek kekuasaan, semestinya badan yang mengawasi penggunaan dan pengembangan bahasa di Indonesia harus memiliki kuasa yang memadai untuk dapat mengawasi maupun memberi sanksi kepada mereka yang tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.     







BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
            Problematika yang dihadapi Bahasa Indonesia saat ini cukup memperihatinkan dengan derasnya dominasi asing terutama terkait dengan promosi produk, yang lebih parahnya lagi adalah produk-produk dalam negeri dipromosikan  dengan menggunakan bahasa asing. Bahkan dalam dunia politik para calon legislatif dan eksekutif latah menggunakan bahasa Inggris dengan tampilan / cetakan yang lebih besar daripada teks bahasa Indonesia misalnya No Fear, Don’t Stop Komandan, We Can, dan sebagainya.
            Dapat dikatakan bahwa imperialisme baru di negeri telah merajalela khususnya dalam problematika kebahasaan. Semangat pemuda 28 Oktober 1928 semakin memudar, pemimpin negeri tidak sadar akan gelombang imperialisme kebahasaan yang telah melanda negeri kita. Kita tidak pernah tahu sampai kapan keadaan seperti ini dapat diatasi, intinya adalah masyarakat pemerhati bahasa Indonesia harus proaktif melakukan desakan-desakan kepada pemerintah agar melakukan interfensi untuk menertibkan semua atribut-atribut yang didominasi oleh bahasa asing yang belum tentu dimengerti oleh masyarakat umum.
3.2 Saran
            Berangkat dari keperihatinan mengenai imperialisme asing terhadap bahasa Indonesia maka dalam makalah ini penulis menyarankan sebagai berikut :
a.    Masyarakat kita agar tidak latah menggunakan bahasa asing dalam beromunikasi, tunjukkanlah jati diri sebagai bangsa yang bangga terhadap bahasa Indonesia yang telah diikrarkan pemuda 1928.
b.    Pemerintah kita sebaiknya melakukan interfensi dengan melibatkan pakar bahasa yang ada di negeri ini untuk menertibkan atribut-atribut yang berbau asing, yang tentunya diawali membuat undang-undang sebagai landasan hukum.
c.    Sebaiknya ada lembaga khusus atau sebuah Komisi yang diberi kewenangan untuk mencegah derasnya pengaruh asing dalam periklanan di Indonesia.










DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009.Jakarta. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2011. 
Crystal, David.Language Death. Cambridge:Cambridge University Press, 2003 
Fairclough, N. L. Critical Discourse. Harlow, UK: Longman. 1995 
Fairclough, N. L. and Wodak, R. Critical discourse analysis. London: Sage. 1997.
Meyerhoff, Miriam.Introducing Sociolinguistics. Oxon: Routledge, 2006
Nurudin.. Pengantar Komunikasi Massa. RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2007
Phillipson, R.H.L. Linguistics Imperialism.Oxford.Oford University Press, 1992 
Schiller, H.. Not Yet the post-imperial era, in critical studies in mass communications.
          New York. Beacon press, 1991
Van Dijk, T. A.. Principles of Critical Discourse Analysis. Discourse and Society 4(2),
          249  83.1993









LAMPIRAN
Gambar-gambar di atas didominasi oleh bahasa Inggris
 
Pada gambar ini memperlihatkan jati diri Bahasa Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar